BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam komunikasi antara anggota masyarakat, argumentasi merupakan suatu
cara yang sangat berguna, baik bagi perorangan maupun bagi anggota-anggota
masyarakat secara keseluruhan, sebagai
alat pertukaran informasi yang tidak dipengaruhi oleh pandangan-pandangan yang
subyektif. Dengan menyodorkan fakta-fakta sebagai evidensi, maka mereka yang
menerima informasi merasa yakin bahwa apa yang disampaikan patut diterima
sebagai kebenaran.
Bila seorang pengarang menghadapi suatu persoalan yang serius dan yang
dapat membawa akibat yang besar, serta ingin mengemukakan masalah tersebut
dalam tulisan, maka ia harus mengambil sikap yang pasti untuk mengungkapkan
segala persoalan itu dengan kesanggupan intelektualnya, dan bukan sekadar mana-suka
atau dengan pendekatan yang emosional. Ia harus berusaha untuk menyelidiki: apa
yang menimbulkan masalah tersebut; apa tujuan yang nyat dari persoalan itu;
apakah ada tujuan yang tersembunyi; apakah ada keuntungan atau kerugian untuk
mencapai tujuan tersebut; tujuan mana yang kiranya mendatangkan manfaat yang
besar; dan bagaimana cara mengatasinya. Pendeknya, penulis harus berusaha untuk
menyampaikan pendapatnya secara teratur dan kritis, sesudah menjawab semua
pernyataan tadi dengan obyektif.
B. Rumusan Masalah
a.
Apakah Hubungan Argumentasi dan Logika ?
b.
Apakah Dasar dan Sasarannya ?
c.
Bagaimanakah Mengemukakan Argumen ?
d.
Apakah Topik dan Metodenya ?
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan Penulis adalah untuk mendapatkan gambaran
tentang tulisan argumentatif.
Manfaatnya adalah agar semua orang tahu bagaimana cara
menulis argumentatif yang benar.
D. Proses Pemecahan Masalah
Adapun prosedur pemecahan masalah ini yaitu bersumber
dari buku.
BAB
II
PEMBAHASAN
- Hubungan Argumentasi dan Logika
Logika sendiri merupakan suatu cabang ilmu yang beusaha menurunkan
kesimpulan-kesimpulan melalui kaidah-kaidah formal yang absah(valid). Karena
hubungan yang sangat erat antara logika dan argumentasi, maka sering
bentuk-bentuk dan istilah-istilah logika dipergunakan begitu saja dalm sebuah
argumen. Bahwa terdapat suatu hubungan yang sangat erat antara keduanya, tidak
dapat disangkal. Untuk itu harus ditarik garis perbedaan yang jelas antara
logika sebagai suatu ilmu dan argumentasi sebagai suatu bentuk retorika.
Perbedaan yang harus diperhatikan antar kedua bidang itu adalah
pertama-tama mengenai istilah yang dipergunakan. Istilah benar(true) dan
salah(false) pertama-tam dipergunakan dalam argumentasi. Sebaliknya
untuk logika dipergunakan istilah absah(valid) dan tak absah(invalid).
Bila semua bentuk formal yang diperlukan unutk menurunkan suatu kesimpulan
dipenuhi, maka silogisme dinyatakan absah. Bila silogisme itu absah, maka
dengan sendirinya kesimpulan yang diperoleh juga bersifat absah. Sebaliknya
benar, bila bentuknya tak absah, maka kesimpulannya juga tak absah. Dalam
argumentasi, yang dijadikan persoalan adalah apakah semua proposisi bersam
konklusinya itu benar atau tidak.
Silogisme itu sendiri mengandung satu atau lebih proposisi yang salah.
Kesalahan yang dikandung sebuah proposisi mengisyaratkan kepada kita, bahwa
fakta-fakta yang dinyatakan tidak benar(false).
Misalnya silogisme berikut absah sifatnya, tetapi salah bila dilihat dari sudut
argumentasi, karena proposisi mayornya salah:
Premis Mayor : Semua mahasiswa adalah pejuang.
Premis Minor : Ali adalah seorang mahasiswa.
Konklusi :
Sebab itu, Ali adalah seorang pejuang.
Dari segi formal, silogisme di atas absah sifatnya. Tetapi Sebagai
argumen, silogisme itu tidak meyakinkan, karena proposisi mayornya salah atau
diragukan kebenarannya. Tetapi bila kita menerima proposisi mayornya, maka
kesimpulannya bersifat absah.
Dalam sebuah argumentsi, pembicara atau pengarang harus yakin bahwa semua
premis mengandung kebenaran, sehingga ia dapat mempengaruhi sikap hadirin atau
pembaca. Unutuk membuktikan sesuatu, silogisme bukan saja harus mengandung
sebuah struktur yang absah tetapi proposisinya juga harus mengandung
pernyataan-pernyataan yang benar mengenai dunia kita ini. Logika memusatkan
perhatiannya pada proses berpikir, sedangkan retorika memusatkan perhatiannya
pada isi, pada kebenaranya yang nyata yang ada di alam.
- Dasar dan Sasaran
Argumentasi atau tulisan argumentatif yang ingin mengubah sikap dan pendapat orang lain bertolak dari
dasar-dasar tertentu, menuju sasaran yang hendak dicapainya.
Dasar yang harus diperhatikan sebagai titik tolak
argumentasi adalah:
1.
Pembicara atau pengarang harus mengetahui serba sedikit
tentang subyek yang akan dikemukakannya, sekurang-kurangnya mengenai
prinsip-prisip ilmiahnya.
2.
Pengarang harus bersedia mempertimbangkan
pandangan-pandangan atau pendapat-pendapat yang bertentangan dengan pendapatnya
sendiri.
Di samping kedua prinsip di atas, penulis atau
pembicara harus memperhatikan pula ketiga prinsip tambahan berikut:
3.
Pembicara atau penulis argumentasi harus berusaha unutk
mengemukakan pokok persoalannya dengan jelas; ia harus menjelaskan mengapa ia
harus memilih topic tersebut.
4.
Pembicara atau penulis harus menyelidiki persyaratan
mana yang masih diperlukan bagi tujuan-tujuan lain yang tercakup dalam
persoalan yang dibahas itu, dan sampai di mana kebenaran dari pernyataan yang
telah dirumuskannya itu.
5.
Dari semua maksud dan tujuan yang terkandung dalam
persoalan itu, maksdu yang mana yang lebih memuaskan pembicara atau penulis
untuk menyanpaikan masalah.
Di samping prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, penulis
selalu berusaha pula unutk membatasi persoalannya, dan menetapka di mana terletak
titik atau sasaran ketidaksesuaian pendapat antara pengarang dan pembaca.
Dengan demikian ia dapat mengubah keyakinan atau menpengaruhi sikap dan
tindakan pembaca atau hadirinnya.
Untuk membatasi persoalan dan menetapkan titik ‘ketidaksesuaian’ , maka sasaran yang harus ditetapkan untuk
diamankan oleh setiap pengarang argumentasi adalah:
1.
Argumentasi itu harus mengandung kebenaran untuk
mengubah sikap
dan keyakinan
orang mengenai topic yang akan diargumentasikan. Harus menyusun fakta-fakta
menuju suatu kesimpulan yang dapat diterima, atau ia harus menyusun
proposisi-proposisi yang benar. Dengan demikian, lawannya tidak bisa mengajukan
fakta atau proposisi dan kesimpulan yang bertentangan dengan fakta dan
kesimpulan itu.
2.
Pengarang harus berusaha untuk menghindari setiap
istilah yang dapat
menimbulkan
prasangka tertentu. Bila pengarang merumuskan proposisi tadi dengan
mengungkapkanya dalam bentuk pertanyaan, maka pengarang sebenarnya meragukan
atau menyangsikan sesuatu yang ingin diargumentasikannya.
3.
Pembatasan pengertian atau definisi sebuah istilah
hanya sekadar
merupakan proses
pembentukan makna untuk meletakkan dasar-dasar persamaan pengertian bagi
istilah yang akan digunakan itu, tetapi hal itu sangat penting supaya tujuan
utama jangan diabaikan atau terganggu hanya karena timbul ketidaksepakatan baru
mengenai istilah itu.
4.
Pengarang harus menetapkan secara tepat titik
ketidaksepakatan yang
akan
diargumentasikan. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting.
C. Mengemukakan
Argumen
Proses pengumpulan bahan-bahan untuk argumentasi itu sendiri merupakan
latihan keahlian dan keterampilan tersendiri, suatu latihan yang intensif dan
akurat bagaimana seorang dapat memperoleh informasi-informasi yang tepat untuk
tiap obyek atau persoalan. Ada
satu hal pokok yang harus diingat oleh setiap penulis, yaitu ia harus menyusun
semua fakta, pendapat autoritas atau evidensi itu secara kritis dan logis. Ia
harus mengadakan seleksi atas fakta-fakta atau autoritas, mana yang dapat
dipergunakannya dan mana yang harus disingkirkannya.
Bila bahan-bahan itu sudah terkumpul, penulis juga harus siap dengan
metode terbaik untuk menyajikannya dalam suatu bentuk atau suatu rangkaian yang
logis dan meyakinkan. Bila penulius tidak mempunyai rencana penyusunan yang
baik, maka tampaknya apa yang diungkapkan itu terarah, serta tidak terdapat
hubungan antara fakta-fakta atau autoritas itu.
Metode-metode yang dapat dipergunakan akan diuraikan dalam bagian
berikut. Metode mana pun yang akan dipakai dalam argumentasi tidak akan
melanggar prinsip umum sebuah komposisi, yaitu bahwa argumentasi itu harus
terdiri dari: pendahuluan, pembuktian/tubuh argumentasi dan kesimpulan atau
ringkasan.
a. Pendahuluan
Penulisan argumentasi harus yakin bahwa maksud suatu bagian pendahuluan adalah tidak lain daripada
menarik perhatian pembaca, memusatkan perhatian pembaca kepada argumen-argumen
yang akan disampaikan, serta menujukkan dasar-dasar mengapa argumentasi itu
harus dikemukakan dalam kesempatan tersebut. Secara ideal pendahuluan harus mengandung cukup banyak bahan untuk menarik
perhatian pembaca yang tidak ahli sekalipun, serta memperkenalkan kepada
pembaca fakta-fakta pendahuluan yang perlu untuk memhami argumentasinya.
Fakta-fakta pendahuluan harus benra-benar diseleksi supaya pengrang tidak
melakukan hal-hal yang justru bersifat argumentatif yang baru akan dikemukakan
dalam tubuh argumentsi.
Untuk menetapkan apa dan berapa banyak bahan yang diperlukan dalam bagian
pendahuluan, maka penulis hendaknya mempertimbangkan beberapa segi berikut:
Pertama: Penulis harus menegaskan
mengapa persoalan itu dibicarakan pada saat ini. Bila dianggap waktunya tpat
untuk mengemukakan persoalan itu, serta dapat dihubungkan dengan
peristiwa-peristiwa lainnya yang mendapat perhatian saat itu, maka
fakta-faktanya merupakan suatu titik tolak yang sangat baik.
Kedua: Penulis harus
menjelaskan juga latar belakang historis yang mempunyai hubungan langsung
dengan persoalan yang akan diargumentasikan, sehingga dengan demikian pembaca
dapat pemperoleh pengertian dasar mengenai hal tersebut. Namun demikian, apa
yang diuraikan dalam pendahuluan tidak boleh terlalu banyak, karena fungsi
pendahuluan sekadar menimbulkan keinginnan-tahu, bukan menguraikan
persoalannya.
Ketiga: Dalam bagian
pendahuluan penulis argumentasi kadang-kadang mengakui adanya
persoalan-persoalan yang tidak dimasukkan dalam argumentasi, Sebaliknya ia
mungkin akan menegaskan suatua sistem yang dianggap akan menolongnya untuk
sampai kepada konklusi yang benar. Sebab itu pengarang harus membedakan hal-hal
yang berhubungan dengan selera dan hal-hal yang bertalian dengan fakta,
sehingga dengan mempergunakan dasar tersebut ia dapat bergerak maju dengan
mempergunakan fakta-fakta itu.
b. Tubuh Argumen
Seluruh proses penyusunan argument terletak pada kemahiranh dan keahlian
penulisnya, apakah ia sanggup meyakinkan pembaca bahwa hal yang dikemukakannya
itu benar, sehingga dengan demikian konklusi yangdisimpulkannya juga benar.
Hakikat kebenaran mencakup pula persoalan menyediakan jalan pikiran yang benar
bagi pembaca, sehingga mereka dapat menerima bahwa kesimpulan yang diturunkan
juga benar. Kebenaran dalam jalan pikiran dan konkl;usi itu mencakup beberapa
kemahiran tertentu: kecermatan mengadakan seleksi fakta yang benar, penyusunan
bahan secara baik dan teratur, kekritisan dalm proses berpikir, penyuguhan
fakta, evidensi, kesaksian, permis dan sebagainya dengan benar. Sebab itu,
kebenaran harus dianalisa, di susun dan dikemukakan dengan mengadakan
observasi, eksperimen, penyusunan kata, evidensi dan jalan pikiran yang logis.
Selama menggarap argumentasinya, pengarang harus terus menerus menetapka
dirinya di pihak pembaca, misalnya dengan menanyakan: apakah evidensi itu dapat
diterima bila ia berada di tempat pembaca; apakah evidensi itu sungguh-sungguh
mempunyai pertalian dengan pokok persoalan; apakah tidak ada cara lain yang
lebih baik, dan sebagainya.
Akhirnya perlu ditegaskan lagi, bahwa pengungkapan evidensi itu harus
merupakan suaru proses yang selektif, dengan menampilkan bahan-bahan yang
terbaik saja serta menolak evidensi-evidensi yang kurang baik. Bahaya
menampilkan terlalu banyak evidensi ialah, bahwa evidensi-evidensi yang terbaik
akan hilang atau menjadi lemah dalam suatu massa bahan-bahan yang tidak ada hubungan
timbale-balik. Untuk membuktikan sesuatu, maka evidensi-evidensi yang dikemukakan hendaknya secukupnya saja,
tidak perlu berlebih-lebihan.
c. Kesimpulan dan Ringkasan
Dengan tidak mempersoalkan topik mana yang dikemukakan dalam argumentasi,
pengarang harus menjaga agar konklusi yang disimpulkannya tetap memelihara
tujuan, dan menyegarkan kembali ingatan pembaca tentang apa yang telah dicapai,
dan mengapa konklusi-konklusi itu diterima sebagai sesuatu yang logis. Dalam
tulisan-tulisan biasa di mana tidak boleh dibuat kesimpulan-kesimpulan, maka
dapat dibuat ringkasan dari pokok-pokok yang penting sesiau dengan urutan
argumen-argumen dalam tubuh karangan itu.
Kata topic sendiri sebenarnya berasal dari kata Yunani topoi, yang berarti ‘wilayah’ atau
‘tempat’. Topoi inilah yang dapt memberikan fakta-fakta bagi sebuah
argumentasi. Sebaliknya topic atau sumber atau dengan bahasa kita sekarang pokok permasalahan, terdiri dari bagian
pengalaman yang merupakan kesatuan, yang dapat menurunkan proposisi-proposisi
bagi sebuah argumentasi. Topic yang dijadikan landasan proposisi-proposisi
dapat dijabarkan menjadi bermacam-macam metode argumentasi.
Beberapa metode yang akan dikembangkan dari topic yang ada adalah: genus
dan definisi, sebab dan akibat, sirkumstansi, persamaan, perbandingan,
pertentangan, kesaksian dan autoritas.
a. Genus dan
Definisi
Dalam proposisi ini makhluk fana
merupakan genus atau kelas. Dalam genus ini terdapat semua argument atau bukti
yang dimiliki pula oleh semua anggota kelasnya; salah satu dari anggota kelas
itu ialah ‘manusia’. Di sini pengarang harus mengajukan argument-argumen atau
fakta-fakta mengenai genus ‘makhluk fana’, sehingga dapat meyakinkan semua
orang bahwa benar kelas itu memiliki tersebut, atau ciri-ciri tersebut
merupakan cirri kelas itu. Dan selanjutnya apa yang dianggap benar mengenai
kelas tersebut, berlaku pula bagi semua anggota kelas. Definisi mengenai
manusia sebagai makhluk fana tidak akan menghadapi kesulitan. Tetapi dalam hal
ini timbul kesulitan untuk mencapai kesepakatan. Sebab itu penulis-penulis
biasanya membuat definisi luas dengan berusaha menjelaskan cir-ciri yang
dikenakan pada sebuah genus.
Argument-argumen yang mempergunakan genus dan definisi memiliki hakikat
yang sama, sebab keduanya mempergunakan wujud barang atau klasifikasi yang
sudah ada. Klasifikasi dapat pula merupakan sesuatu yang baru berkat pemikiran
pengarang. Namun dalam hal mana pun harus jelas dasar dan ciri kelas yang
dikemukakannya. Genus adalah sesuatu yang lebih luas lingkupnya dari obyek yang
dibicarakan, sedangkan contoh adalah genus dari obyek yang dibicarakan.
- Sebab dan Akibat
Topik atau isi argumen yang didasarkan pada sebab-akibat selalu mempergunakan
proses berpikir yang bercorak kausal. Proses berpikir ini menyatakan, bahwa
suatu sebab tertentu akan mencakup sebuah akibat yang sebanding, atau sebuah
akibat tertentu akan mencakup pula sebab yang sebandin. Sebab itu, bila
terdapat sebuah sebab yang hebat, akan lahir pula sebuah akibat yang dahsyat,
dan jika kita menghadapi suatu situasi yang sangaat parah, maka harus kembali
pada sebuah sebab yang hebat.
- Keadaan atau Sirkumstansi
Sering dalam menghadapi suatu persoalan, kita mengatakan bahwa “kita
terpaksa melakukan hal itu” atau “Tidak ada jalan lain kecuali itu”, dan
seterusnya. Inilah yang dimaksud dengan keadaan atau sirkumstansi. Keadaan
sendiri adalah suatu proses yang digolongkan dalam proses sebab-akibat. Tetapi
tindakan yang dilakukan seseorang tidak dapat dibenarkan melalui
prinsip-prinsip logis. Ia terpaksa melakukan tindakan itu karena fakta-fakta
tidak memungkinkan ia berbuat lain; pembuktiannya hanya melalui keadaan tadi.
Penulis harus berusaha menyodorkan situasi yang terpaksa itu, untuk membenarkan
tindakannya. Kalau penyajian keadaan itu tidak meyakinkan sebagai keadaan
terpaksa, maka argumentasinya akan ditolak. Suasana terpaksa tidak boleh
menghasilkan alternative-alternatif.
Sirkumstansi atau keadaan tergolong dalam relasi kausal. Tetapi sejauh
tidak ada alternatif lain, maka keadaan itulah yang dijadikan argumen.
- Persamaan
Kekuatan argumentasi dengan mempergunakan metode persamaan meletak pada
suatu pernyataan mengenai kesamaan antara dua barang. Dalam analogi, sebagai
suatu upaya logika, dikatakan bahwa jika dua barang atau hal mirip dalam
sejumlah aspek tertentu, maka ada kemungkinan mereka mirip pula dalam aspek
lainnya. Bila argumentasi mempergunakan persamaan sebagai landasan metodenya,
maka premis mayor mengemukakan prinsip-prinsip persamaan, yang memang menurut
logika tidak dapat disangkal. Premis minor sebaliknya mengungkapkan fakta-fakta
persaman yang ada antara dua hal atau barang.
- Perbandingan
Antara persamaan/similitudo dan perbandingan terhadap kesamaan, tetapi juga
terdapat perbedaan. Dalam perbandingan tercakup pengertian, bahwa salah satu
dari hal yang diperbandingkan Lebih kuat/afortiori dari hal lain yang dijadikan
dasar perbandingan. Penulis yang mempergunakan metode argumentasi ini harus
menyadari bahwa ia menghadapi dua kemungkinan; kemungkinan kedua mempunyai
peluang atau kepastian lebih tinggi dari kemungkinan pertama; akibatnya, bila
ia menyetujui kemungkinan yang kedua.
- Pertentangan
Argumentasi adalah metode pertentangan atau kebalikan berasumsi, bahwa jika
kita memperoleh keuntungan dari fakta atau situasi tertentu, maka fakat atau
situasi yang bertentangan dengan fakta dan situasi tadi akan membawa bencana
atau malapetaka bagi kita. Argumentasi dengan mempergunakan cara ini termasuk
dalam argumentasi yang didasarkan pada relasi antar pelbagai fakta dan
peristiwa, seperti halnya dengan persamaan dan perbandingan.
- Kesaksian dan Autoritas
Kesaksian dan autoritas merupakan topic atau sumber yang bersifat dari
luar. Disebut sebagai sumber luar karena semua premis atau proposisi yang
digunakan merupakan pencerapan atau persepsi orang lain yang siap kita gunakan.
Lain halnya dengan sumber yang bersifat sebab-akibat, definisi dan sebagainya.
Di sini kita menghadapi persoalan bahwa kesaksian irtu sebagai suatu bahan
jadi, tidak boleh diteri begitu saja. Kesaksian dapat menimbulkan kekuatan atau
tidak tergantung pula dari kepercayaan pada orang yang memberi kesaksian itu.
Mirip dengan kesaksian adalah autoritas.Argumen dengan mempergunakan
autoritas, didasarkan pada pendapat atau ucapan dari seorang yang terkenal,
atau seseorang yang diakui keahliannya. Pendapatnya mengenai masalah yang
dipersoalkan dianggap sebagai kata akhir, sebagai sesuatu yang final. Baik
kesaksian maupun autoritas tidak memiliki tenaga dalam dirinya
sendiri/intrinsic, teapi tenaga yang ada padanya tergantung pada kepercayaan
atas saksi dan kualitas autoritas. Kesaksian biasanya diterima baik, jika saksi
dinggap tahu betul fakta dan kejadiannya, dan ia sendiri tidak mempunyai
kepentingan dengan hasil argument itu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam sebuah argumentasi, pembicara atau pengarang harus yakin bahwa
semua premis mengandung kebenaran, sehingga ia dapat mempengaruhi sikap hadirin
atau pembaca. Proses pengumpulan untuk argumentasi itu sendiri merupakan
latihan keahlian dan keterampilan tersendiri, suatu latihan yang intensif dan
akurat bagaimana seorang dapat memperoleh informasi-informasi yang tepat untuk
tiap obyek atau persoalan.
B. Saran
Bila seorang pengarang menghadapi suatu persoalan yang serius dan yang
dapat membawa akibat yang besar, serta ingin mengemukakan masalah tersebut
dalam tulisan, maka ia harus mengambil sikap yang pasti untuk mengungkapkan
segala persoalan itu dengan kesanggupan intelektualnya, dan bukan sekadar
mana-suka atau dengan pendekatan yang emosional.
DAFTAR PUSTAKA
Kerap, Guys. Argumentasi dan
Narasi. Jakarta:
Gramedia, 1982.
Ali, Lukman, ed. Bahasa dan Kesustraan Indonesia Sebagai Tjermin Manusia
Indonesia
Baru. Jakarta:
Gunung Agung, 1967.
bagus kak pembahasanya..:)
BalasHapuskeren artikel nya
BalasHapusMy blog
Harrah's Resort Southern California - Mapyro
BalasHapusHarrah's Resort Southern California (formerly 시흥 출장샵 Harrah's Rincon) is a Native American casino and 안동 출장안마 hotel located in 전라남도 출장안마 Valley Center, California, United States.Opening 성남 출장샵 date: December 29, 2004; 12 months agoLocation: 제주도 출장마사지 Valley Center, California, US